JAKARTA, KOMPAS.com — Polemik pelaksanaan ujian
nasional (UN) mengundang komentar banyak pihak. Tak hanya siswa peserta
dan praktisi pendidikan, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo juga ikut
memberikan komentar dan sarannya.
Dijumpai di Balaikota Jakarta,
pria yang akrab disapa Jokowi itu mengimbau agar pemerintah pusat
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
mempertimbangkan agar nantinya proses pencetakan naskah UN dapat
diserahkan ke percetakan di daerah. Usulan itu dilontarkan dengan
pertimbangan kemudahan proses distribusi dan dapat mencegah peluang
terjadinya penundaan UN akibat keterlambatan cetak dan pengiriman naskah
soal. Di luar itu, proses pencetakan menjadi lebih ringan karena dibagi
di seluruh provinsi.
"Lebih baik kalau (pencetakan) itu didelegasikan ke daerah, jadi distribusinya lebih mudah," kata Jokowi, Jumat (19/4/2013).
Mengenai teknisnya, mantan Wali Kota Surakarta ini menjelaskan, Kemdikbud dapat memberikan bahan naskah (soft copy)
ke tiap-tiap provinsi. Ia percaya cara seperti itu akan lebih efektif
ketimbang pemusatan lokasi percetakan yang seluruhnya berada di Pulau
Jawa.
"Artinya, jauh-jauh hari sudah didistribusikan soft copy-nya
ke daerah. Kalau ada bocor, tentu harus diberi sanksi, tapi percayalah,
masa enggak percaya sama daerah. Kalau saya percaya, distribusi jadi
lebih mudah," ujarnya.
Pelaksanaan UN tingkat SMA/SMK/MA atau
sederajat tahun ini tidak dapat dilakukan secara serentak di seluruh
wilayah Indonesia. Pelaksanaan UN di 11 provinsi di Indonesia tengah
terpaksa diundur karena naskah soal ujian terlambat dikirimkan. Sebelas
provinsi itu terpaksa memulai UN pada Kamis (18/4/2013), sementara 22
provinsi lain tetap sesuai jadwal, yakni mulai Senin (15/4/2013).
Setelah
UN di 11 provinsi ditunda, masalah kedua muncul. Pada UN "gelombang
kedua" itu, sejumlah gangguan juga masih ditemukan, salah satunya karena
buruknya distribusi naskah soal UN. Pencetakan naskah UN dilakukan oleh
enam perusahaan yang seluruhnya beroperasi di Pulau Jawa, yakni Kudus,
Sidoarjo, Semarang, Surabaya, Tangerang, dan dua perusahaan percetakan
asal Bogor.
Secara pribadi, Jokowi tidak sepakat dengan penggunaan
UN sebagai satu-satunya alat ukur kelulusan siswa. Ia setuju adanya UN
apabila ujian digelar untuk memetakan kualitas pendidikan nasional.