JAKARTA, KOMPAS.com — Desakan penghapusan ujian
nasional (UN) diserukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Jakarta. UN dinilai
cacat secara hukum dan praktik sehingga harus segera dihentikan.
"Meminta
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden RI taat hukum dan
undang-undang dengan menghapus UN serta merumuskan kembali model
evaluasi yang sesuai dengan perundang-undangan dan model pembelajaran
yang direkomendasikan/yang dipilih," demikian yang disampaikan LBH
Jakarta melalui rilis resmi yang diterima Kompas.com, akhir pekan lalu.
LBH
Jakarta menyatakan bahwa alih-alih menaati perintah pengadilan,
pemerintah justru dengan gamblang mengajarkan kepada masyarakat untuk
mengabaikan dan melawan hukum atas putusan tentang UN yang dikeluarkan
oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan Nomor
228/PDT.G/2006/PN.JKT.PST tertanggal 21 Mei 2007. Putusan yang juga
telah diperkuat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Mahkamah Agung
(MA) menyebutkan empat poin berikut ini:
1. Menyatakan Presiden,
Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional
pendidikan lalai dalam memenuhi hak asasi manusia, terutama hak atas
pendidikan dan hak-hak anak.
2. Memerintahkan kepada Presiden,
Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua Badan Standar Nasional
Pendidikan (BNSP) untuk memperbaiki sarana prasarana, peningkatan
kualitas guru, dan akses informasi ke daerah sebelum ujian nasional
dilaksanakan.
3. Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden,
Mendiknas (Mendikbud), dan Ketua BNSP untuk mengambil langkah-langkah
konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik
dalam usia anak akibat penyelenggaraan ujian nasional.
4.
Memerintahkan kepada Presiden, Wakil Presiden, Mendiknas (Mendikbud),
dan Ketua BNSP meninjau ulang sistem pendidikan nasional.
Dalam
pertimbangannya, hakim juga menyebutkan bahwa UN berdampak buruk pada
perkembangan psikologis anak dan menanamkan perilaku korupsi kepada
anak. Permohonan eksekusi telah diajukan dan bahkan PN Jakarta Pusat
sudah mengajukan peringatan kepada Presiden, Wapres, Mendikbud, dan
Ketua Badan BSNP untuk melaksanakan putusan tersebut. Namun, hingga
kini, UN tetap digelar, bahkan penyelenggaraannya amburadul.
"Bukan
hanya melawan perintah pengadilan, sesungguhnya Presiden, Wakil
Presiden, Mendikbud, dan Ketua BNSP pun secara tidak malu melanggar UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, di mana Pasal 58
dengan jelas mengatur bahwa evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan," kata LBH Jakarta.
Pecat menterinya
LBH
Jakarta juga merekomendasikan agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
segera menghentikan M Nuh dari kursi Mendikbud. Mantan Menkominfo itu
terbukti gagal.
"Karena jelas telah terbukti tidak bisa
bertanggung jawab dan memimpin Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,"
demikian tertulis.
Sejak mulai digelar pada 2004, UN terus
menimbulkan permasalahan. LBH Jakarta mencatat 11 kekacauan besar
terjadi pada penyelenggaraan UN tahun 2013 untuk jenjang SMA, yaitu
penundaan ujian nasional di 11 provinsi, keterlambatan paket soal,
kekurangan lembar soal dan lembar jawaban, paket mata pelajaran
tertukar, kualitas kertas yang buruk, soal ujian nasional tercecer,
tidak bisa mengikuti karena berhadapan dengan hukum, sekolah tidak
kebagian soal dan lembar jawaban, materi ujian tak sesuai jadwal,
problem UN untuk siswa berkebutuhan khusus, serta pengiriman soal salah
daerah.
Namun, gagalnya UN dinilai bukan semata karena persoalan
teknis dan kapabilitas Mendikbud dan jajarannya. Hanya saja, para
pejabat negara yang berwenang dinilai telah melakukan pembangkangan
hukum, mengalami disorientasi pendidikan yang mengancam rusaknya
generasi bangsa.
"Seandainya pemerintah menaati perintah
putusan pengadilan di atas, kejadian dan kekacauan-kekacauan UN di
setiap tahun bisa dihindari," lanjut keterangan tersebut.